PEMBELAJARAN MATEMATIKA ( GEOMETRI
) MODEL VAN HIELE
Oleh:
Linda
Purnamasari
NIM: 1103783
e-mail:
lindapurnamasari888@ymail.com
|
PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu mata
pelajaran yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, dalam setiap kegiatan
dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari pun tidak terlepas dengan matematika,
oleh sebab itu sudah seharusnyalah matematika ini dipelajari oleh setiap orang
untuk keperluan menjalankan kegiatannya, begitupula bagi siswa baik siswa
sekolah dasar maupun siswa menengah dan atas harus mempelajari matematika ini
bukan hanya sebagai pelajaran yang wajib diikuti saja, melainkan untuk
kepentingan mereka pula. Salah satu materi yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari yang terdapat dalam mata pelajaran matematika ini adalah geometri.
Dalam Sobel dan Maletsky (2004) menyatakan bahwa:
“Geometri
merupakan mata
pelajaran yang kaya akan materi yang dapat dipakai untuk memotivasi yang dapat
menarik perhatian dan imajinasi murid-murid dari tingkat dasar sampai
murid-murid tingkat sekolah menengah dan bahkan yang lebih tinggi lagi.
aktivitas-aktvitas dalam geometri informal di sekolah menengah dapat digunakan
untuk memperkenalkan ide-ide baru dan untuk memperkuat materi pelajaran yang
lama. teorema-teorema tentang geometri disekolah menengah atas dapat dimulai
dengan sesuatu yang konkrit, pengalaman memanipulasi yang memberi wawasan yang
berguna, dan pemahaman sebelum bukti yang terstrukur. aktivitas visualisasi
dapat memperingan pikiran murid-murid dan membuat mereka fleksibel dan lebih
kreatif. sama pentingnya, pemikiran dan analisis geometri dapat memberi
murid-murid alat pemecahan masalah yang kuat, yang sering menawarkan cara
pandang yang baru terhadap situasi yang menantang.”
Kennedy,
1994:385 (dalam Nur’aeni 2008 : 124) menyatakan bahwa geometri merupakan salah
satu cabang matematika yang juga diajarkan di Sekolah Dasar. dengan mempelajari
geometri dapat menumbuhkan kemampuan berfikir logis, mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah dan pemberian alasan serta dapat mendukung banyak topik lain
dalam matematika.
Pada
kenyataannya di lapangan, siswa merasa kesulitan untuk dapat memahami geometri
dengan baik. Oleh karena itu, Nur’aeni (2008) menyatakan bahwa ada suatu teori
yang berkaitan dengan pembelajaran geometri yang berkaitan dengan masalah
tersebut yaitu Teori Van Hiele (1958)
dimana tingkat berfikir geometri siswa secara berurutan melalui 5
tingkat/level.
PENGERTIAN TEORI BELAJAR MENURUT VAN
HIELE
Teori
belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi pedoman atau tolak ukur
bagi seorang guru untuk melakukan proses belajar mengajar yang diinginkan, oleh
karena itu guru sangatlah perlu untuk mengetahui dan memahami teori belajar
yang nantinya akan ia gunakan ketika mengajar.
Ruseffendi 1990 (dalam Suwangsih dan
Tiurlina 2010, hlm. 69)
“Teori belajar ialah teori yang
bercerita tentang kesiapan siswa untuk belajar sesuatu. Atau uraian tentang
kesiapdidikan siswa untuk menerima sesuatu. Jadi pada prinsipnya teori belajar
itu berisi tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi pada mental
anak yang dapat dilakukan pada usia (tahap perkembangan mental) tertentu.
Maksudnya kesiapan anak untuk bisa dapat belajar.”
Van Hiele
adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam
pengajaran geometri, menurut Van Hiele (dalam Suwangsih dan Tiurlina 2010, hlm.
91) ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi
pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata
secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tahapan
berpikir yang lebih tinggi.
TAHAPAN PEMAHAMAN
GEOMETRI TEORI VAN HIELE
Van Hiele (dalam
Suwangsih dan Tiurlina 2010, hlm. 92) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar
anak dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap
pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi, berikut adalah penguraiannya:
1.
Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini anak mulai belajar mengenal suatu bentuk
geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui
adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai
contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah kubus, maka ia belum mengetahui
sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum tahu
bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujusangkar, anak pun belum
mengetahui bahwa bujursangkar (persegi) keempat sisinya sama dan ke empat
sudutnya siku-siku.
2.
Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat
yang dimiliki bangun geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan
keteraturan yang terdapat pada bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia
mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi
yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. tapi tahap ini
anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri
dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa persegi
adalah persegipanjang atau, persegi itu adalah belah ketupat dan sebagainya.
3.
Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan
penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan sebutan berfikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui
adalah, anak pada tahap ini sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah
mengenali bahwa persegi adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah
layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak
memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya yaitu bahwa
semua sisinya berbentuk persegi. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum
mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjangnya.
Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua
segitiga yang kongruen.
4.
Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan
secara deduktif, yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa
pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didepinisikan, di samping unsur-unsur
yang didepinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil. selain itu, pada
tahap ini anak sudah mulai mampu mengggunakan aksioma atau postulat yang
digunakan dalam pembuktian. tetapi anak belum mengerti mengapa sesuatu itu
dijadikan postulat atau dalil.
5.
Tahap Akurasi
Dalam
tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui
pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang
tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak
semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas, masih belum
sampai pada tahap berfikir ini.
Mayberry
(dalam Ruseffendi 1998, hlm. 164) mengatakan bahwa bila pada salah satu tahap
dari kelima tahap itu siswa tidak menguasai, maka pada tahap yang lebih tinggi
akan terjadi penghafalan.
TAHAPAN PEMBELAJARAN GEOMETRI
MENURUT VAN HIELE
Menurut D’Augustine dan Smith (1992
: 227), Crowley (1987 : 5) (dalam Nur’aeni 2008 : 128) menyatakan bahwa:
“kemajuan tingkat berfikir geometri
siswa maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan
atau sebagai hasil dari pengajaran yang terorganisir ke lima tahap
pembelajaran. Kemajuan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya lebih bergantung
pada pengalaman pendidikan/pembelajaran ketimbang pada usia atau kematangan.
Sejumlah pengalaman dapat mempermudah (atau menghambat) kemajuan dalam satu
tingkat atau ke satu tingkat yang lebih tinggi”.
Adapun tahap – tahap Van Hiele tersebut digambarkan sebagai
berikut ini:
Tahap
1 Informasi (Information): Melalui diskusi, guru
mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa
menjadi berorientasi pada topik baru itu. Guru dan siswa terlibat dalam
percakapan dan aktifitas mengenai objek-objek, pengamatan dilakukan, pertanyaan
dimunculkan dan kosakata khusus diperkenalkan.
Tahap
2 Orientasi Terarah/Terpadu (Guided
Orientation):
Siswa menjajaki objek-objek pengajaran dalam tugas-tugas yang distrukturkan
secara cermat seperti pelipatan, pengukuran, atau pengkonstruksian. Guru
memastikan bahwa siswa menjajaki konsep-konsep spesifik.
Tahap
3 Eksplisitasi (Explicitation): Siswa menggambarkan apa yang telah
mereka pelajari mengenai topik dengan kata-kata mereka sendiri, guru membantu
siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat, guru memperkenalkan
istilah-istilah matematika yang relevan.
Tahap 4 Orientasi Bebas (Free Orientation): Siswa menerapkan hubungan-hubungan
yang sedang mereka pelajari untuk memecahkan soal dan memeriksa tugas yang lebih terbuka (open-ended)
Tahap
5 Integrasi (Integration): Siswa meringkas/membuat ringkasan
dan mengintegrasikan apa yang telah dipelajari, dengan mengembangkan satu
jaringan baru objek-objek dan relasi-relasi.
KARAKTERISTIK TEORI VAN HIELE
Crowley 1987 (dalam Nur’aeni 2008,
hlm. 128), menyatakan bahwa karakteristik teori Van Hiele adalah sebagai berikut:
1. Tingkatan tersebut bersifat rangkaian
yang berurutan
2. Tiap tingkatan memiliki symbol dan
bahasa tersendiri
3. Apa yang implisit pada satu
tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
4. Bahan yang diajarkan pada siswa
diatas tingkatan pemikiran mereka dianggap sebagai reduksi tingkatan
5. Kemajuan dari satu tingkatan ke
tingkatan berikutnya lebih tergantung pada pengalaman pembelajaran; bukan pada
kematangan atau usia.
6. Seseorang melangkah melalui berbagai
tahapan dalam melalui satu tingkatan ke tingkatan berikutnya
7. Pembelajar tidak dapat memiliki
pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya
8. Peranan guru dan peranan bahasa
dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI VAN
HIELE
Di
dalam sebuah strategi maupun teori tentunya memiliki kelebihan dan kekurangnya,
dan dari pemaparan diatas terdapat kelebihan dan kekurangan teori Van Hiele diantaranya adalah:
1.
Kelebihan Teori Van Hiele
Teori Van Hiele ini membantu siswa untuk lebih memahami geometri dengan
belajar melalui pengalaman, siswa tidak dituntut untuk mengetahui terlebih
dahulu materi geometri yang akan diajarkan sehingga siswa akan menemukan
pengetahuannya sendiri melalui proses belajar yang mereka lakukan, selain itu
kecepatan pemahaman dari tahap awal ke tahap selanjutnya lebih tergantung pada
isi dan metode pembelajaran yang digunakan guru daripada usia dan kematangan
berfikir siswa.
2. Kekurangan
Teori Van Hiele
Pengajaran teori Van Hiele ini harus dilakukan secara
bertahap karena jika tidak, kemungkinan siswa untuk dapat memahami geometri
dengan baik tidak akan tercapai. Hal ini karena dalam tahapan-tahapan teori Van Hiele ini bekerja secara
berkesinambungan atau berkaitan antara satu tahapan dengan tahapan selanjutnya.
Teori ini juga menuntut guru untuk
kreatif dalam mengemas pengajaran yang dapat menyesuaikan dengan tingkat
berpikir siswa, serta guru harus mampu menentukan strategi yang tepat dalam
pelaksanaannya.
RELEVANSI TEORI VAN HIELE UNTUK
PEMBELAJARAN GEOMETRI DI SD
Dari
beberapa pemaparan diatas serta dari beberapa sumber, dapat dikatakan bahwa
teori Van Hiele yang digunakan untuk
pembelajaran geometri di SD tentulah sangat relevan jika dilakukan sesuai
dengan tahapan-tahapan yang ada dalam teori ini. Sebagaimana Ruseffendi (1991,
hlm. 163) menyatakan bahwa, terdapat beberapa dalil atau pendapat mengenai
pengajaran geometri dari Van Hiele. Diantaranya ialah:
1. Kombinasi yang baik antara waktu,
materi pelajaran, dan metode mengajar yang dipergunakan untuk tahap tertentu
dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa kepada tahap yang lebih tinggi.
2. Dua orang yang tahap berpikirnya
berbeda dan bertukar pikiran, satu sama lain tidak akan mengerti. Misalnya
sering ada anak yang tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan sudut-sudut
alas sebuah segitiga samakaki itu sama besar (tahap berfikir anak paling tinggi
adalah pada tahap 3), sebab baginya sudah jelas sama besar. Contoh lain ialah,
siswa tidak mengerti yang dikatakan gurunya bahwa jajargenjang itu adalah
trapesium (tahap berfikir anak paling tinggi adalah tahap 2). Pada kedua contoh
tersebut, gurunya sering juga tidak mengerti mengapa siswa itu tidak mengerti.
Selanjutnya ia mengatakan, mungkin saja siswa yang tahap berpikirnya legih
rendah itu dapat “berhasil” belajar mengenai sesuatu yang sebenarnya masih ada
diatas tahap berpikirnya. Tetapi “berhasilnya” itu melalui hafalan, tidak
melalui pengertian.
3. Kegiatan berpikir siswa itu harus
sesuai dengan tahap berpikir siswa. Tujuannya selain agar siswa memahaminya
dengan pengertian, untuk memperkaya pengalaman dan berpikir sisw, juga untuk
persiapan meningkatkan berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi.
Dari pemaparan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teori Van Hiele cocok atau relevan digunakan di SD apabila memang gurunya
sudah memahami tingkatan atau tahapan-tahapan yang dapat di tempuh siswanya,
sehingga dengan guru memahami pada tingkat mana siswa tersebut dapat memahami
geometri maka guru dapat menerapkan strategi dan pengajaran geometri sesuai
dengan tingkat atau tahap berpikir siswa, bukan malah siswa yang menyesuaikan
dengan tahap pengajaran guru.
IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Penyusunan program pembelajaran
dilakukan agar proses pembelajaran terarah dan hasil yang akan dicapai
maksimal. Perencanaan kegiatan pembelajaran dituangkan dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut ini adalah
contoh implementasi dari Pembelajaran Matematika (Geometri) Model Van Hiele:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : ........................
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : IV/2
Alokasi Waktu : 2×45 menit(1 ×pertemuan)
I.
Standar Kompetensi
8. Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan
antar bangun datar
II. Kompetensi
Dasar
8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana
III.
Indikator :
8.1.1
Mengenal bangun ruang kubus dan balok
8.1.2 Mengindentifikasi
sifat-sifat bangun ruang kubus dan balok
IV. Tujuan
Pembelajaran :
1. Melalui pengamatan model
bangun ruang balok dan kubus, siswa mampu
mengenal bangun ruang kubus dan balok
2. Melalui pengamatan model
bangun ruang balok dan kubus, siswa mampu
mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang kubus dan balok
V. Karakter siswa yang diharapkan :
Dapat dipercaya (
Trustworthines), Rasa hormat dan perhatian ( respect ),
Tekun ( diligence ), Tanggung jawab (
responsibility ) Berani ( courage ) dan Ketulusan ( Honesty )
VI. Materi Ajar
Bangun ruang
sederhana (sifat-sifat kubus dan sifat-sifat balok)
VII. Model dan Metode Pembelajaran
Model : Van Hiele
Metode :
- Ceramah
- Tanya jawab
- Diskusi
VIII.
Langkah-langkah pembelajaran
ü Kegiatan Awal (15
menit)
Apersepsi :
Mengingatkan kembali materi sebelumnya, dan
guru bertanya kepada siswa mengenai materi pelajaran yang akan diajarkan.
Motivasi :
Guru membangkitkan motivasi siswa dengan
memberitahu bahwa pada hari ini akan mempelajari tentang sifat-sifat bangun
ruang (balok dan kubus), kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran
ü Kegiatan Inti (60
menit)
Fase 1:
Fase Informasi (informati-on)
|
Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil
melakukan observasi.
|
Siswa memperhatikan pertanyaan
guru serta menjawab pertanyaan yang
diberikan guru
|
Guru menunjukkan benda
yang berbentuk kubus dan balok masing 2
buah dengan benda yang berbeda. Misalnya kotak
kue, batu bata, kotak
kapur tulis, dan rautan
yang berbentuk persegi.
|
Siswa memperhatikan dan mengamati
benda-benda yang ditunjukkan oleh guru
|
Guru membimbung siswa untuk mengelompokkan
benda-benda itu berdasarkan bentuknya dengan cara demonstrasi.
Guru memberikan bimbingan pertanyaan seperlunya.
Misalnya, “benda yang mana termasuk bangun ruang kubus?”begitupun dengan
bangun ruang balok.
|
Siswa mengelompokkan benda-benda
tersebut berdasarkan bentuknya dengan cara menjawab pertanyaan mengarah dari
guru
|
Setelah siswa selesai mengelompokkan benda-benda itu dengan cara
menjawab pertanyaan guru. Guru menanyakan kepada siswa, “mengapa benda-benda
tersebut kalian mengelompokkannya
seperti itu?”
Guru membimbing
siswa agar sampai pada jawaban bahwa pengelompokan itu karena
bentuknya
sama, bukan karena besarnya, bukan karena bagusnya, atau bukan karena
warnanya
|
Setelah siswa selesai
mengelompokkan benda-benda tersebut dengan tuntunan pertanyaan guru, siswa memberikan alasan
mengenai benda-benda yang mereka kelompokkan ke dalam bangun ruang kubus dan
balok
|
Guru mengambil salah satu benda
yang berbentuk kubus atau balok.
Guru melanjutkan pertanyaan yang
berkaitan dengan konsep awal tentang bangun
ruang. “ dari benda yang ibu/bapak pegang ini, coba tunjukkan yang mana titik
sudut, sisi, dan rusuknya?
Setelah siswa menunjukkan dengan
benar, guru memberikan penjelasan mengenai titik sudut, sisi dan rusuk
|
Siswa memperhatikan benda yang
ditunjukkan guru dan menjawab pertanyaan guru dengan menunjukkan bagian yang
termasuk titik sudut, sisi dan rusuk
Siswa memperhatikan pejelasan guru
mengenai titik sudut, sisi dan rusuk
|
Fase 2:
Orientasi langsung (directed orientation)
|
Guru membagi siswa ke dalam
kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
|
Siswa bergabung dengan kelompoknya
masing-masing
|
Guru
membagikan alat peraga bangun ruang kubus dan
balok kepada siswa misalnya kerangka kubus dan balok atau benda yang merupakan bangun ruang
kubus dan balok, dan LKS untuk tiap-tiap kelompok agar
siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat kubus dan balok
|
Siswa mengambil alat peraga dan
LKS untuk masing-masing kelompok
|
Guru mengamati dan membimbing
siswa dalam berdiskusi
|
Siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk mengerjakan LKS yang
diberikan oleh guru.
|
Fase 3:
Fase penjelasan
(explication)
|
Guru memberi
motivasi kepada siswa untuk menyampaikan hasil diskusinya.
|
Siswa menyatakan pandangannya
mengenai sifat-sifat kubus dan balok.
Dengan cara masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya mengenai sifat-sifat kubus dan balok.
|
Saat siswa mempresentasikan hasil diskusinya, guru
membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat
|
Siswa memperhatikan presentasi
temannya dan memberikan tanggapan serta
memperhatikan penjelasan dari guru.
|
Fase 4:
Fase
Orientasi bebas (free orientation)
|
Guru memberikan tugas yang lebih kompleks kepada
siswa mengenai sifat-sifat kubus dan balok.
Guru memberikan soal dengan menggambar bangun ruang
kubus dan balok di papan tulis dengan penamaan kubus dan balok yang berbeda
agar siswa dapat menuliskan titik sudut, sisi, rusuk berdasarkan nama yang diberikan
pada kubus dan balok (*)
Guru mengoreksi jawaban siswa
|
Siswa menggambar kubus dan balok
sesuai soal di buku latihannya masing-masing serta mengerjakan soal tersebut.
Setelah itu, siswa yang mampu
mengerjakan, maju ke papan tulis untuk menuliskan soal yang diberikan guru.
Siswa memperhatikan pengoreksian
jawaban yang dilakukan guru
|
ü Kegiatan Akhir (15
menit)
Fase 5:
Fase Integrasi
(Integration)
|
Guru membimbing siswa menyimpulkan
tentang sifat bangun ruang sederhana(kubus, balok)
|
Siswa menyimpulkan materi
pembelajaran tentang sifat kubus dan balok
|
Guru memberikan pekerjaan rumah
|
Siswa menulis di bukunya
masing-masing PR yang di berikan guru
|
Guru
mengakhiri pelajaran dengan memberikan nasihat kepada siswa agar terus rajin
belajar di rumah, kemudian mengajak semua siswa berdo’a sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing
|
Siswa memperhatikan dan berdoa
bersama-sama untuk mengakhiri pelajaran
|
IV.
Alat/Bahan/Sumber Belajar
Alat/Bahan:
- Kotak kue, batu bata, kotak kapur tulis, dan rautan yang berbentuk persegi.
- Alat peraga (model bangun
ruang kubus dan balok)
Sumber Belajar:
- Silabus kelas 4
SD
- Buku Sekolah Elekronik ”Ayo
Belajar Matematika” untuk SD dan MI kelas IV
- Lembar Kerja Siswa ( LKS )
V. Penilaian
Teknik :
Tes
Bentuk :
Essay
Instrumen : - Soal
- Bobot
Penilaian
- Kriteria
Penilaian
Skor
Penilaian
a. Setiap jawaban benar
mendapat jawaban skor =1
b. Jumlah skor maksimal = 10
c. Nilai maksimal = 100
Kriteria Penilaian
Siswa dianggap
berhasil apabila memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 6, siswa dianggap
tidak berhasil apabila memperoleh nilai kurang dari 6 dan akan diadakan
perbaikan (remedial).
Tasikmalaya, Maret 2014
Mengetahui
Kepala
Sekolah SD....... Wali
Kelas IV
.................................... ..........................
NIP. .......................... NIP.
.................
Contoh LKS
LEMBAR KERJA SISWA
Nama
Kelompok :........................................................
Nama Anggota
Kelompok :
1. ....................................................
2......................................................
3......................................................
Dst.
................................................
Tujuan : Mengidentifikasi
sifat-sifat kubus dan balok
Alat dan Bahan : Alat peraga kubus dan balok(kerangka kubus dan balok
Langkah-langkah kegiatan:
1. Amatilah balok dan kubus tersebut!
2. Gambarlah kubus dan balok, setelah itu beri nama kedua bangun
tersebut sesuai keinginan!
3. Tuliskan nama sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus dan balok
berdasarkan nama yang telah diberikan
4. Isilah tabet dibawah ini!
Bangun
ruang
|
Banyak
titik sudut
|
Banyak
sisi
|
Banyak
rusuk
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil
kegiatan:.........................................................................................................
soal
1. Dinamakan bangun ruang
. . .
Tuliskan
sisi-sisinya . . .
Tuliskan
rusuk-rusuknya . . .
Tuliskan titik sudutnya . . .
2. Dinamakan
bangun ruang . . . .
Sebutkan
sisi-sisinya . . .
Sebutkan
rusuk-rusuknya . . .
Sebutkan
titik sudutnya . . .
PENUTUP
Kesimpulan
Geometri merupakan salah
satu cabang matematika yang berfungsi untuk kehidupan sehari-hari, selain itu
geometri juga dapat menumbuhkan cara berfikir logis bagi orang yang
mempelajarinya. Tetapi pada kenyataannya masih banyak siswa khususnya di
Sekolah Dasar yang belum memahami konsep dasar geometri, salah satu teori yang
baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran geometri pada siswa terutama di
Sekolah Dasar adalah teori Van Hiele,
yaitu suatu teori yang mempelajari geometri dengan menggunakan beberapa tahapan
berfikir yaitu: tahap pengenalan (visualisasi), tahap analisis, tahap
pengurutan (deduksi informal), tahap deduksi, dan tahap akurasi. Teori Van Hiele dapat diterapkan dan sangat
relevan untuk pengajaran di SD jika guru memang memahami tahapan-tahapan pada
cara berpikir siswa serta apabila guru dapat menyesuaikan pengajarannya dengan
tahapan tersebut.
Rekomendasi
Dalam mengajarkan materi terutama materi geometri pada
siswa SD, hendaknya guru menyesuaikan dengan tingkat perkembangan atau cara
berpikir anak sehingga dalam pengajarannya-pun guru tidak akan menemui kendala
yang sangat berat, serta anak atau siswa juga dapat mengikuti pelajaran dengan
mudah untuk memahaminya. Guru juga dituntut untuk pandai dalam memilih odel,
strategi ataupun teknik dalam penyampaian materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ruseffendi, E.T.
(1991). Pengantar Kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung:Tarsito
Sobel dan Maletsky. (2004). Mengajar Matematika. Jakarta:Erlangga
Suwangsih dan Tiurlina. (2010). Model Pembelajaran Matematika.
Bandung:UPI PRESS